Sabtu, 19 Desember 2015

PEMBERIAN HAK MILIK ATAS TANAH UNTUK RUMAH TEMPAT TINGGAL



A. PEMBANGUNAN PERUMAHAN DI ATAS TANAH HAK GUNA BANGUNAN DAN HAK PAKAI ATAS TANAH.

      Pengertian rumah adalah bangunan gedung yang berfungsi sebagai tempat tinggal yang layak huni, sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat dan martabat penghuninya, Jenis rumah menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 adalah ruma'h komer­ sial, rumah swadaya, rumah umum, rumah khusus, dan rumah negara. Bentuk rumah menurut Undang-Undang No. 1Tahun 2011 adalah rumah tunggal, rumah deret, dan rumah susun.

   Undang-Undang No. 1 Tahurr 2011 menetapkan bahwa perumahan dapat dibangun di atas tanah:
A.   Hak Milik;
B.   Hak Guna Bangunan atas tanah negara;
C.   Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan;
D.   Hak Pakai atas tanah negara.

   Menurut Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai Atas Tanah, ada tiga macam Hak Guna Bangunan, yaitu :
1.    Hak Guna Bangunan atas tanah negara,
2.    Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan,
3.    Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik.

Menurut Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996, ada tiga macam Hak Pakai, yaitu :
1.    Hak Pakai atas tanah negara,
2.    Hak Pakai atas tanah Hak Pngelolaan,
3.    Hak Pakai atas tanah Hak Milik.

Undang­ Undang No. 1 Tahun 2011 menetapkan, bahwa perumahan dapat diba­ ngu n di atas tanah Hak Guna Bangunan atas tanah negara, Hak Guna Ba­ ngunan atas tanah Hak Pengelolaan, dan Hak Pakai atas tanah negara. Perumahan dapat dibangun oleh penyelenggara pembangunan pe­ rumahan, yaitu:
a.    Warga negara Indonesia
b.    Orang asing yang berkedudukan di Indonesia
c.    Lembaga negara
d.    Kementerian
e.    Lembaga Pemerintah Non-Kementerian
f.     Pemerintah Provinsi
g.    Pemerintah Kabupaten/Kota
h.    Badan Otorita
i.      Badan Usaha Milik Negara
j.      Badan Usaha Milik Daerah
k.    Badan usaha swasta yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT)
l.      Yayasan.

     Menurut Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (Undang-Undang Pokok Agraria),
Hak Guna Bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun.
Dalam Pasal 35 ayat (2) nya ditegaskan bahwa atas permintaan pemegang hak dan dengan mengingat keperluan serta keadaan bangunannya, jangka waktu tersebut dalam ayat 1 dapat diperpanjang dengan waktu paling lama 20 tahun. Perumahan juga dapat dibangun di atas tanah Hak Pakai.

   Menurut Pasal 41 ayat (1) Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 (Undang-Undang Pokok Agraria),
Hak Pakai adalah hak untuk menggunakan atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya  atau  dalam  perjanjian  dengan  pemilik  tanahnya,  yang bukan perjanjian sewa menyewa tanah atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan Undang-Undang Pokok Agraria. Hak Guna Bangunan ditetapkan untuk kepentingan  mendirikan bangunan.- Bangunan tersebut dapat berupa rumah tempat tinggal atau hunian, rumah toko (ruko), rumah kantor (rukan), rumah sakit/pusat kesehatan masyarakat , rumah susun/apartemen, toko, kantor, plasa/mall, pabrik, gudang, hotel, terminal , bandara, stasiun, pelabuhan, gedung pertemuan, gedung olahraga, gedung peribadatan. Hak Pakai atas tanah juga dapat digunakan untuk keperluan mendirikan bangunan, di samping untuk  keperluan pertanian.

   Pasal 35 ayat (1) Undng-Undang No. 5 Tahu n 1960 (UUPA) menetapkan, bahwa asal tanah Hak Guna Bangunan adalah tanah yang bukan miliknya. Ini berarti bahwa asal tanah Hak Guna Bangunan adalah tanah pihak lain . Dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 (UUPA) disebutkan tanah yang bukan miliknya atau tanah milik pihak lain itu adalah tanah negara dan tanah Hak Milik. Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 menetapkan, bahwa asal tanah Hak Guna Bangunan adalah tanah negara, tanah Hak Pengelolaan, atau tanah Hak Milik. Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 menetapkan bahwa ada tiga macam Hak Guna Bangunan, yaitu:
a.  Hak Guna Bangunan atas tanah negara
b.  Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan
c.  Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Milik.

Pasal 41 ayat (1) Unda ng-Undang No. 5 Tahun 1960 (UUPA) menetapkan, bahwa asal tanah Hak Pakai adalah tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang lain. Peraturan Pemerintah No.140 Tahun 1996 memperluas asal tanah Hak Pakai , yaitu tanah negara, tanah Hak Pengelolaan, atau tanah Hak Milik. Peraturan Pemerintah No . 40 Tahun 1996 menetapkan , bahwa ada tiga macam Hak Pakai atas tanah, yaitu:
a.  Hak Pakai atas tanah negara ;
b.  Hak Pakai atas tanah Hak Pengelolaan ;
c.  Hak Pakai atas tanah Hak Milik .

Undang-Undang No.  1 Tahun  20 11 menetapkan bahwa  Hak  Guna Bangunan dan Hak Pakai yang digunakan untuk perumahan, adalah:
a. Hak Guna Bangunan atas tanah negara ;
b. Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan;
c. Hak Pakai atas tanah negara .

Ketentuan-ketentuan mengenai Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai untuk perumahan dapat dijelaskan sebagai berikut:
a.  Hak Guna Bangunan atas tanah negara
1.  Hak Guna Bangunan  atas tanah negara diatur dalam Pasal 35 hingga Pasal 40 Undang-Undang No . 5 Tahun 1960 (UUPA) dan Pasa l 19 hingga Pasal 38 Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996.
2.  Pemegang Hak Guna Bangunan atas tanah negara adalah warga negara Indonesia dan badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia .
3.  Hak Guna Bangunan atas tanah negara terjadi dengan penetapan Pemerintah  dalam bentuk Surat Keputusan Pemberian  Hak (SKPH) yang kewenangan  menerbitkannya  diserahkan  kepada Kepala Sadan Pertanahan Nasional RI, atau dilimpahkan kepada Kepala Kantor Wilayah Sadan Pertanahan Nasional Provinsi, atau Kepala  Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota.
4.  Hak Guna Bangunan atas tanah negara terjadi sejak Surat Keputusan Pemberian Hak (SKPH)  didaftarkan oleh  pemohon  Hak Guna Bangunan kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota yang wilayah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan untuk dicatat dalam buku tanah dan diterbitkan sertipikat sebagai surat tanda bukti haknya.
5.  Tanda bukti Hak Guna Bangunan atas tanah negara adalah Sertifikat Hak Guna Bangunan.
6.  Jangka waktu Hak Guna Bangunan atas tanah negara adalah untuk pertama kali berjangka  waktu  paling lama 30 tahun, dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 20 tahun, dan dapat diperbarui haknya untuk jangka waktu paling lama 30 tahun.
7.  Permohonan perpanjangan jangka waktu atau pembaruan Hak Guna Bangunan atas tanah negara diajukan selambat - lambatnya  dua tahun sebelum berakhirnya  jangka  waktu  Hak Guna Bangunan tersebut atau perpanjangan  jangka waktunya.
8.  Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh pemegang Hak Guna Bangunan atas tanah negara untuk mengajukan permohonan perpanjangan jangka waktu atau pengembangan haknya, yaitu:
a.  tanahnya masih digunakan dengan baik  sesuai dengan keadaan, sifat, dan tujuan pemberian hak tersebut
b.  syarat-syarat pemberian hak tersebut dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak
c.  pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang hak
d.  Tanah tersebut masih sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang bersangkutan.
9.  Kewajiban yang harus dipenuhi oleh pemegang Hak Guna Bangunan atas tanah negara, yaitu:
a.  membayar uang pemasukan yang jumlah dan cara pembayarannya ditetapkan dalam keputusan pemberian haknya
b.  menggunakan tanah sesuai dengan peruntukannya dan persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian haknya
c.  memelihara dengan baik tanah dan bangunan yang ada di atasnya serta menjaga  kelestarian lingkungan hidup
d.  menyerahkan  kembali tanah  yang  diberikan  dengan  Hak Guna Bangunan kepada negara sesudah Hak Guna Bangunan atas tanah negara hapus
e.  menyerahkan sertipikat Hak Guna Bangunan atas tanah negara yang telah hapus kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota yang wilayah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan
f.  memberikan jalan  keluar atau  jalan  air atau  kemudahan lain bagi pekarangan atau bidang tanah  yang  terkurung oleh tanah Hak Guna Bangunan atas tanah negara
10.Hak yang dimiliki oleh pemegang Hak Guna Bangunan atas tanah nega ra, yaitu:
a.  menguasai dan menggunakan tanah selama waktu tertentu
b.  mendirikan dan mempunyai bangunan untuk kepentingan pribadi atau usahanya
c.  mengalihkan Hak Guna Bangunan atas tanah negara kepada pihak lain; dan
d.  membebani dengan Hak Tanggungan
11.Hak Guna Bangunan atas tanah negara dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani Hak Tanggungan
12.Hak Guna Bangunan atas tanah negara dapat beralih melalui pewarisan, dan dialihkan kepada pihak lain melalui jual beli, tukar­ menukar, hibah, pemasukan dalam modal perusahaan (inbreng), lelang.
13.Hak Guna Bangunan atas tanah negara hapus disebabkan oleh:
a.  jangka  waktu untuk pertama kalinya berakhir dan tidak diperpanjang jangka waktunya oleh pemegang haknya
b.  jangka  waktu perpanjangan  jangka  waktu  berakhir  dan tidak diperbarui haknya oleh pemegang haknya
c.  dibatalkan oleh pejabat yang berwenang sebelum jangka waktunya berakhir karena:
1.  tidak dipenuhinya kewaiiban pemegang hak dan/atau anggaranya ketentuan dalam Hak Guna  Bangunan
2.  putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
d.  dilepaskan secara sukarela oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir
e.  hak Guna Bangunan dicabut
f.  hak Guna Bangunan ditelantarkan
g.  tanahnya musnah
h.  pemegang Hak Guna Bangunan tidak memenuhi syarat sebagai pemegang Hak Guna Bangunan .
14.Hapusnya Hak Guna Bangunan atas tanah negara berakibat Hak Guna Bangunan kembali menjadi tanah negara.

A.Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan
1.  Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan diatur dalam Pasal 35 sampai dengan Pasal 40 Undang-Undang  No. 5 Tahun 1960 (UUPA) dan Pasa l 19 sampai dengan Pasal 38 Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun  1996.
2.  Pemegang Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan adalah warga negara Indonesia dan badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
3.  Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan terjadi dengan penetapan Pemerintah dalam bentuk Surat Keputusan Pemberian Hak (SKPH) yang  kewenangan menerbitkannya diserahkan kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota. Penerbitan Surat Keputusan Pemberian Hak (SKPH) ini atas usul dari pemegang Hak Pengelolaan .
4.  Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan terjadi sejak Surat Keputusan Pemberian Hak (SKPH) didaftarkan oleh pemohon Hak Guna Bangunan kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota yang wilayah kerja nya meliputi letak tanah yang bersangkutan untuk dicatat dalam buku tanah dan diterbitkan sertifikat sebagai surat ta nda bukti haknya.
5.  Tanda bukti Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan adalah  Sertifikat  Hak  Guna  Bangunan.
6.  Jangka waktu Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan adalah untuk pertama kali berjangka waktu paling lama 30 tahun, dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 20 tahun, dan dapat diperbarui haknya untuk jangka waktu  paling lama  30 tahun.
7.  Permohonan perpanjangan jangka waktu atau pembaruan Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan diajukan selambat­lambatnya dua tahun sebelum berakhirnya jangka waktu Hak Guna Bangunan tersebut atau perpanjangan jangka waktunya.
8.  Perpanjangan jangka waktu dan pembaruan Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan dapat dilakukan setelah mendapatkan persetujuan secara tertulis dari pemegang Hak Pengelolaan.
Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh pemegang  Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan u nt uk menga jukan permohonan perpanjangan jangka waktu atau pembaruan haknya, · yaitu:
a.   tanahnya masih digunakan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat, dan tujuan pemberian hak tersebut
b.   syarat syarat pemberian hak tersebut dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak
c.   pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang hak
d.   tanah tersebut masih sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang bersangkutan
9.  Kewajiban yang ha rus dipenuhi oleh pemegang Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan, yaitu:
a.  membayar uang pemasukan yang jumlah dan cara pembayarannya ditetapkan dalam keputusan pemberian haknya
b.  menggunakan tanah sesuai dengan peruntukannya dan persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian haknya
c.  memelihara dengan tanah dan bangunan yang ada di atasnya serta menjaga kelestarian lingkungan hidup
d.  menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan Hak Guna Bangunan kepada pemegang Hak Pengelolaan sesudah Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan hapus
e.  menyerahkan sertifikat Hak Guna Bangunan atas tanah Hak P.engelolaan yang telah hapus kepada pemegang Hak Pengelolaan
f.  memberikan jalan keluar atau jalan air atau kemudahan lain bagi pekarangan atau bidang tanah yang terkurung oleh tanah Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan.
g.  Hak yang dimiliki oleh pemegang Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan, ya itu:
1.   menguasai dan menggunakan tanah selama waktu tertentu
2.  mendirikan dan mempunyai bangunan untuk kepentingan pribadi atau usahanya
3.  mengalihkan Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan kepada pihak lain
4.  membebani dengan Hak Tanggungan.
5.  Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani Hak Tanggungan setelah mendapatkan persetujuan secara tertulis dari pemegang Hak Pengelolaan.
6.  Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan dapat beralih melalui pewarisan, dan dialihkan kepada pihak lain melalui jual beli, tukar-menukar, hibah, pemasukan  dalam modal perusahaan (inbreng), lelang. Peralihan Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan dapat dilakukan setelah mendapatkan persetujuan secara tertulis dari pemegang Hak Pengelolaan.
7.  Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelola hapus disebabkan oleh:
a. jangka waktu untuk pertama kalinya berakhir dan tidak diperpanjang jangka waktunya oleh pemegang haknya
b. jangka waktu perpanjangan  jangka  waktu berakhir dan tidak diperbarui haknya  oleh pemegang haknya
c. dibatalkan oleh pejabat yang berwenang sebelum jangka waktunya berakhir karena:
1. tidak dipenuhinya kewajiban pemegang hak dan/atau dilanggarnya ketentuan dalam Hak Guna Bangunan
2. tidak dipenuhinya syarat atau kewajiban yang tertuang dalam perjanjian penggunaan tanah Hak Pengelolaan
3. putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
4. dilepaskan secara sukarela oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir
5. hak Guna Bangunan dicabut
6. hak Guna Bangunan ditelantarkan
7. tanahnya musnah
8. pemegang Hak Guna Bangunan tidak memenuhi syarat sebagai pemegang Hak Guna Bangunan
9. Hapusnya  Hak Guna Bangunan  atas tanah Hak Pengelolaan berakibat Hak Guna Bangunan kembali kepada pemegang Hak Pengelolaan.

B.HAK PAKAI ATAS TANAH NEGARA
1.    Hak Pakai atas tanah negara diatur daJam Pasal 41 sampai dengan Pasal 43 Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 (UUPA) dan Pasal 39 sampai dengan Pasal 58 Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun  1996.
2.    Hak Pakai atas tanah negara yang digunakan untuk perumahan adalah Hak Pakai yang bersifat privat, yaitu Hak Pakai atas tanah yang menurut ketentuannya wajib didaftar dan menurut sifatnya dapat dipindah tangankan.
3.    Pemegang Hak Pakai atas tanah negara yang digunakan untuk perumahan adalah warga negara Indonesia dan badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
4.    Hak Pakai atas tanah negara terjadi dengan penetapan Pemerintah dalam bentuk Surat Keputusan Pembijakan (SKPH) yang kewenangan menerbitkannya diserahkan kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional RI, atau dilimpahkan kepada Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi , atau Kepala Kantor  Pertanahan  Kabupaten/Kota.
5.    Hak Pakai atas tanah negara terjadi sejak Surat Keputusan Pemberian Hak (SKPH) didaftarkan oJeh pemohon Hak Pakai  kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota yang wilayah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan untuk dicatat dalam buku tanah dan diterbitkan sertifikat sebagai surat tanda bukti  haknya.
6.    Tanda bukti Hak Pakai atas tanah negara adalah Sertifikat Hak Pakai atas tanah.
7.    Jangka waktu Hak Pakai atas tanah negara adalah untuk pertama kali berjangka waktu paling lama 25 tahun, dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 20 tahun, dan dapat diperbarui haknya untuk jangka waktu paling lama 25 tahun.
8.    Permohonan perpanjangan jangka waktu atau pembaruan Hak Pakai atas tanah negara diajukan selambat-lambatnya dua tahun sebelum berakhirnya jangka waktu Hak Pakai tersebut atau perpanjangan jangka waktunya.
9.    Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh pemegang Hak Pakai atas tanah negara untuk mengajukan permohonan perpanjangan jangka waktu atau pembaruan haknya, yaitu:
1.  tanahnya masih digunakan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat, dan tujuan pemberian hak tersebut
2.  syarat pemberian hak  tersebut  dipenuhi  dengan baik oleh pemegang hak
3.  pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang hak
4.  tanah tersebut masih sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang bersangkutan.
5.  Kewajiban yang harus dipenuhi oleh pemegang Hak Pakai atas tanah negara , yaitu:
a.  membayar uang pemasukan yang jumlah dan cara pembayarannya ditetapkan dalam keputusan pemberian haknya
b.  menggunakan tanah sesuai dengan peruntukannya dan persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian haknya
c.  memelihara dengan baik tanah dan bangunan yang ada di atasnya serta menjaga kelestarian lingkungan hidup
d.  menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan Hak Pakai kepada negara sesudah Hak Pakai atas tanah negara hapus
e.  menyerahkan sertifikat Hak Pakai atas tanah negara yang telah hapus kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota yang wilayah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan
f.  memberikan jalan keluar atau jalan air atau kemudahan lain bagi pekarangan atau bidang tanah  yang terkurung oleh tanah Hak Pakai atas tanah negara.
g.  Hak yang dimiliki oleh pemegang Hak Pakai atas tanah negara, yaitu:
1.  menguasai dan menggunakan tanah selama waktu tertentu untuk keperluan pribadi atau usahanya
2.  memindahkan Hak Pakai kepada pihak lain dan
3.  membebaninya dengan Hak Tanggungan.
12.Hak Pakai atas .tanah negara dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani Hak Tanggungan.
13.Hak Pakai atas tanah negara dapat beralih melalui pewarisan, dan dialihkan kepada pihak lain melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam modal perusahaan ( inlireng), lelang.
14.Hak Pakai atas tanah negara hapus disebabkan oleh:
a.  jangka waktu untuk pertama  kalinya  berakhir  dan  tidak diperpanjang jangka waktunya oleh pemegang haknya
b.  jangka  waktu  perpanjangan  jangka  waktu  berakhir dan tidak diperbarui  haknya  oleh pemegang haknya
c.  dibatalkan oleh pejabat yang berwenang sebelum jangka waktunya berakhir karena:
1.  tidak dipenuhinya kewajiban pemegang hak dan/atau dilanggarnya ketentuan dalam Hak Pakai
2.  putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum  tetap.
d.  dilepaskan secara sukarela oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir
e.  hak Pakai atas tanah dicabut
f.  hak Pakai atas tanah ditelantarkan
g.  tanahnya musnah
h.  pemegang Hak Pakai  tidak  memenuhi  syarat  sebagai  pemegang Hak Pakai.
15.          Hapusnya Hak Pakai atas tanah negara berakibat Hak Pakai kembali menjadi tanah negara atau tanah yang dikuasai langsung oleh negara .

Perumahan yang status tanahnya adalah Hak Guna Bangunan atas tanah negara dan Hak Pakai atas tanah negara adalah perumahan yang dibangun oleh badan usaha swasta yang berbentuk  Perseroan Terbatas (PT), sedangkan perumahan yang status tanahnya adalah Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan adalah perumahan yang dibangun oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berbentuk Perusahaan Umum Pembangunan  Perumahan Nasional  (Perum Perumnas) . Perum Perumnas  mempunyai  kewajiban  sebelum menjual  rumah  yang  dibangunnya kepada masyarakat, yaitu menyelesaikan Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan. Perum  Perumnas tidak dapat menjual rumah yang tanahnya berstatus Hak Pengelolaan kepada perorangan sebab Hak Pengelolaan tidak dapat dipunyai oleh perorangan dan tanah Hak Pengelolaan tidak dapat dialihkan dalam bentuk apa pun oleh pemegang haknya kepada pihak lain.
Tipe rumah yang dibangun oleh penyelenggara pembangunan perumahan yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT) adalah rumah sangat sederhana, rumah sederhana, rumah menengah, dan rumah mewah. Tipe rumah yang dibangun oleh penyelenggara pembangunan perumahan yang berbentuk Perusahaan Umum Pembangunan Perumahan Nasional (Perum Perumnas) adalah rumah sangat sederhana dan rumah sederhana.
Bentuk rumah yang dibangun oleh penyelenggara pembangunan perumahan yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT) maupun Perusahaan Umum Pembangunan Perumahan Nasional (Perum Perumnas) adalah rumah tunggal, rumah deret, atau rumah susun.
Rumah yang dijual oleh penyelenggara pembangunan  perumahan yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT) maupun Perusahaan Umum Pembangunan Perumahan Nasional (Perum Perumnas), ada yang dijual dengan sistem pembayaran lunas sesuai harganya dan ada yang dijual dengan sistem kredit atau angsuran melalui Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Rumah yang dijual dengan sistem kredit atau angsuran melalui Kredit Pemilikan Rumah (KPR), berarti rumah tersebut  yang hak atas tanahnya sedang dijadikan jaminan utang dengan  dibebani Hak Tanggungan. Pemegang Hak Tanggungannya adalah bank yang memberikan kredit untuk pembelian rumah kepada pembeli rumah. Pada perumahan terdapat dua macam Hak Guna Bangunan atas tanah negara dan Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan, yaitu:
a.  Hak Guna Bangunan Induk
b.  Hak Guna Bangunan induk adalah Hak Guna Bangunan atas tanah yang kemudian dipecah-pecah menjadi bidang tanah yang lebih kecil atau sebagiannya dipisahkan untuk didaftar sebagai bidang tanah tersendiri.
c.  Hak Guna Bangunan induk diterbitkan satu buah sertipikat  Hak Guna Bangunan sebagai surat tanda bukti haknya.
d.  Hak Guna Bangunan pecahan adalah Hak Guna Bangunan dalam ukuran luas tanah yang lebih kecil yang berasal dari Hak Guna Ba ngunan  induk, yang setiap pecahannya diterbitkan satu Sertifikat Hak Guna Bangunn.

A.   PROSEDUR PEMBERIAN HAK MILIK ATAS TANAH UNTUK RUMAH TEMPAT TINGGAL
hak atas tanah dapat berubah dari suatu hak atas tertentu menjadi hak tanah yang lain.ada dua perubahan hak atas tanah,yaitu :
a. peningkatan hak atas tanah
peningkatan hak atas tanah adalah perubahan hak atas tanah dari hak atas tanah kuat menjadi paling kuat,prubahan ini hak guan bangunan atas tanah negara  dari pengelolaan menjadi hak milik.untuk keperluan perumahan atau tempat tinggal
b. penurunan hak atas tanah negara
adalah perubahan hatk atas tanah dari hak tanah yang paling kuat menjadi paling kuat.perubhaan ini dari hak milik atas tanah menjadi hak guna bangunan
pemberian hak milik menjadi hak giu bangunan di atur dalam :
a.  keputusan hak milik negra agraria pada no 9 tahun 1997 tentang pemberian hak milik atas tanah rumah sangat sdrhana dan rumah sederhana.
b.  keputusan menteri no 15 thn 1997 perubahan atas ke  putusan menteri negara graria no 09 tahun 1997 pemberian hak milik atad untuk rumah tinggal sangat sederhana dan rumah sederhana.
c.  Keputusan menteri agrari no 09 tahun 1997 tentang pemberian hak atas tanah dan rumah sangat sederhana dan rumah tinggal
d.  Keputusan menteri no 2 tahun 1998 tentang pemberian hak milik atas tanah untuk rumah tinggal yang telah di beli oleh pegawai negeri
e.  Keputusan menteri no 06 tahun 1998tentang pemberian hak atas milik tasa namam untuk perumahan.
f.  Instruksi menteri no 05 tahun 1998 tentang oercpatan pelayanan pendaftaran hak milik atas tanah untuk tempat tinggal.
Menurut pasal 1 huruf b no 9 tahun 1997 yang di maksud perubahan hak adalah penegasan sebidang tanah pada hak guna bangunan atas permohonan menjadi hak tanah negara dan sekaliagus di berikan kepada hak pemiliknya,,perubahan hak guna bangunan menjadi hak milik adalah tanh berstatus hak guna bangunan ata permohonan pemegangmanjadi tanah negara di berikan ke ham pemilikdengan penetapn pemerintah.
Kebijakan pemerintah dalam hak guna bangunan  untuk hunian /rumah tinggal ,untuk memebrikan kemudahan masyarakat berpenghasialn renadah untuk memiliki rumah tipe sederhana. Keadaan rumah yang berdiri di atas tanah Hak Guna Bangunan atas tanah negara atau Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan sebelum diubah menjadi Hak Milik , ya itu:
a.       Hak Guna Bangunan adalah hak atas tanah yang kuat.
b.       Masa penguasaan tanah Hak Guna Bangunan berjangka waktu tertentu.
c.        Pemilik rumah berdiri di atas tanah Hak Guna Bangunan harus memperpanjang jangka waktu Hak Guna Bangunan kalau jangka waktu Hak Guna Bangunan berakhir atau memperbarui Hak Guna Bangunan kalau jangka waktu perpanjangannya berakhir.
d.       Untuk perpanjangan jangka waktu dan pembaruan Hak Guna Bangunan dibutuhkan biaya tertentu.
e.        Nilai (harga) rumah yang tanahnya berstatus Hak Guna Bangunan tidak begitu mahal (tinggi).
f.        Kalau Hak Guna Bangunan yang di atasnya berdiri bangunan rumah dibebani Hak Tanggungan, nilai jaminannya tidak begitu besar.
Kegiatan ya ng termasuk pemberia n Hak Milik atas tanah untuk ru­ mah tempat  tinggal, yaitu:
a.  Hak Guna Bangunan atas tanah negara untuk Rumah Sangat Sederhana (RSS) dan Rumah Sederhana (RS) yang dipunyai oleh perseorangan warga negara Indonesia, baik yang belum maupun yang telah habis jangka waktunya, atas permohonan pemegang hak atau kuasanya diubah menjadi Hak Milik.
b.  Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan untuk Rumah Sangat Sederhana (RSS) dan Rumah Sederhana  (RS) yang dipunyai oleh perorangan warga  negara Indonesia, atas permohonan pemegang hak atau kuasa nya diubah menjadi Hak Milik.
c.  Tanah untuk Rumah Sangat Sederhana (RSS) dan Rumah Sederhana (RS) di atas tanah Hak Pengelolaan yang dipunyai perorangan warga negara Indonesia yang belum mempunyai dengan Hak Guna Bangunan diberikan dengan Hak Milik.
d.  Hak Guna Bangunan atas tanah negara dan Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan untuk Rumah Sangat Sederhana (RSS) dan Rumah Sederhana (RS) yang dipunyai oleh perorangan warga negara Indonesia yang sedang dibebani Hak Tanggungan, atas permohonan pemegang hak atau kuasanya diubah menjadi Hak Milik.
e.  Hak Guna Bangunan untuk rumah tinggal kepunyaan perseorangan warga negara Indonesia yang luasnya 600 M2 atau kurang, atas permohonan yang bersangkutan dihapus dan diberikan kembali kepada bekas pemegangnya dengan Hak Milik .
f.  Tanah Hak Guna Bangunan untuk rumah tinggal kepunyaan perorangan warga negara yang luasnya 600 m2 atau kurang yang sudah habis jangka waktunya dan masih dipunyai oleh pemegang hak tersebut, atas permohonan yang bersangkutan diberikan Hak Milik kepada bekas pemegang hak
g.  Ketentuan  pemberian  Hak  Milik    atas  tanah  untuk rumah  tempat tinggal ketika berlaku Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 9 Tahun 1997 yang diubah oleh Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 15 Tahun 1997 dan Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasiona l No. 1 Tahun 1998 dapat dijelaskan, yaitu:
1.  Hak Guna Bangunan atas tanah negara untuk rumah tempat tinggal, baik yang belum maupun yang telah habis jangka waktunya dapat diubah menjadi Hak Milik.
2.  Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan untuk rumah tempat tinggal, baik yang belum maupun yang telah habis jangka waktunya dapat diubah menjadi Hak Milik setelah ada penyerahan penggunaan tanah dari pemegang Hak Pengelolaan.
3.  Tanah untuk Rumah Sangat Sederhana (RSS) dan Rumah Sederhana (RS) di atas tanah Hak Pengelolaan kepunyaan perseorangan warga negara Indonesia yang belum dipunyai dengan Hak Guna Bangunan diberikan dengan Hak Milik.
4.  Hak Guna Bangunan yang dapat diubah menjadi Hak Milik adalah Hak Guna Bangunan atas tanah negara dan Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan yang sedang dibebani Hak Tanggungan  setelah mendapat persetujuan  dari pemegang Hak Tanggungan.
5.  Tipe rumah yang Hak Guna Bangunannya dapat diubah menjadi Hak Milik adalah rumah bertipe Rumah Sangat Sederhana (RSS) dan Rumah Sederhana (RS).
6.  Rumah tersebut dipunyai oleh perorangan warga negara Indonesia.
7.  Tanah untuk Rumah Sangat Sederhana (RSS) dan Rumah Sederhana (RS) adalah bidang tanah yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
1.  harga  perolehan  tanah  dan  rumah,  tidak  lebih  daripada  Rp 30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah), dan
2.  di atasnya telah dibangun rumah dalam rangka pembangunan perumahah masal atau kompleks perumahan.
h.  Untuk perubahan Hak  Guna Bangunan untuk  rumah  tempat tinggal menjadi Hak Milik dan perolehan Hak Milik dan pendaftarannya, pemohon wajib membayar uang administrasi kepada negara dan sumbangan pelaksanaan landreform.
i.  Perubahan Hak Guna Bangunan  untuk rumah tempat tinggal menjadi Hak Milik harus diajukan  permohonan secara tertulis oleh pemegang hak nya atau kuasanya kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota yang wilayah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan dengan disertai:
1.  sertifikat Hak Guna Bangunan yang bersangkutan
2.  akta jual beli Hak Guna Bangunan yang bersangkutan
3.  surat persetujuan  dari pemegang Hak Tanggungan, apabila tanah tersebut dibebani Hak Tanggungan.
j.  Apabila tanah Rumah Sangat Sederhana (RSS) dan Rumah Sederhana (RS) yang bersangkutan sudah diperoleh dari pengembang, akan tetapi belum dipisah dari Hak Guna Bangunan induk, maka permohonan diajukan bersamaan dengan permohonan pendaftaran peralihan hak atas bidang tanah yang bersangkutan. Sertifikat tanah hasil pemisahan bidang tanah yang bersangkutan yang diterimakan kepada pemilik atau kuasanya adalah Sertipikat Hak Milik.
k.  Atas permohonan pendaftaran perubahan Hak Guna Bangunan untuk rumah tempat tinggal tersebut, Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota yang wilayah kerja nya meliputi letak tanah yang bersangkutan mengeluarkan perintah setor pungutan.
l.  Setelah diterima tanda bukti setor pungutan, Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota yang wilayah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan mendaftar perubahan status tanah Hak Guna Bangunan untuk rumah tempat tinggal menjadi Hak Milik dengan memberikan catatan dengan tinta merah atau cap pada halaman pendaftaran peralihan hak pada buku tanah Hak Guna Bangunan yang bersangkutan dan sertifikatnya serta pada daftar umum lainnya.
m.  Dalam  perubahan  Hak  Guna  Bangunan  untuk  rumah  tempat  tinggal menjadi Hak Milik, semua sebutan Hak Guna Bangunan beserta nomornya di dalam buku tanah , sertifikat, dan daftar umum lainnya dicoret dan diganti dengan sebutan Hak Milik dengan nomornya.
Kriteria Hak Guna Bangunan atas tanah negara dan Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan untuk rumah tempat tinggal  dapat diubah menjadi Hak Milik sebelum berlakunya Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Sadan Pertanahan Nasional  No. 6 Tahun  1998, yaitu :
a.  Harga perolehan tanah dan rumah tersebut dan apabila  atas bidang tanah tersebut sudah dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) Pajak Bumi dan Bangunan tanah dan rumah tersebut  tidak lebih dari Rp 30.000.000,00  (tiga  puluh  juta  rupiah).Yang dimaksud harga perolehan adalah harga yang dibayar oleh pemegang hak yang terakhir (pemohon perubahan hak) untuk memperoleh rumah dan tanah  ya ng bersangkutan.  Harga  perolehan  ini dapat dilihat dari akta jual beli tanah dan rumah yang bersangkutan atau dalam hal tanah dan rumah yang berasal dari perumahan Pegawai Negeri Golongan III, surat keterangan pelunasan sewa beli rumah beserta  tanah yang bersangkutan. Kebijakan pemberian Hak Milik yang berasal dari perubahan Hak Guna Bangunan untuk rumah tempat tinggal menjadi Hak Milik ditujukan kepada masyarakat  yang  berpenghasilan  rendah  yang memiliki rumah dengan tipe Rumah Sangat Sederhana (RSS) clan Rumah Sederhana (RS) yang Nilai Jual Objek Pajak  (NJ OP) Pajak Bumi dan Bangunan tanah dan rumah tersebut tidak lebih dari Rp 30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah).
b.  Di atas tanah telah dibangun rumah dalam rangka pembangunan perumahan massal atau kompleks perumahan.Konsekuensi dari ketentuan ini, tanah tersebut tidak merupakan kaveling kosong, tetapi sudah ada rumah di atasnya yang dibangun dalam rangka pembangunan perumahan massal atau kompleks perumahan, misalnya:
1.  perumahan yang dibangun oleh pengembang untuk dijual  kepada masyarakat perumahan yang dibangun oleh instansi Pemerintah untuk pegawainya, termasuk Rumah Pegawai Negeri Golongan III; perumahan yang dibangun oleh perusahaan untuk pegawainya, perumahan yang dibangun oleh koperasi untuk anggota nya, perumahan yang dibangun oleh yayasan  untuk  rnelaksanakan maksud dan tujuan yayasan.Kriteria i ni dapat diliha t dari akta jua l beli tanah dan rumah yang bersa ngkuta n atau dokumen lain ya ng menyerta i jual beli.Berdasarkan ketentuan ini, rumah yang berdiri di atas tanah Hak Guna Bangunan yang bukan perumahan massal atau kompleks perumahan tidak dapat diubah menjadi Hak Milik. Rumah tempat tinggal yang berdiri di atas tanah Hak Guna Bangunan yang terkait dengan pihak lain dapat diubah menjadi Hak Milik dengan syarat, yaitu Rumah tempat tinggal yang berdiri di atas tanah Hak Guna Bangunan atas Hak Pengelolaan. Rumah tempat tinggal yang berdiri di atas tanah Hak Guna Bangunan atas Hak Pengelolaan dapat diubah (ditingkatkan) menjadi Hak Milik apabila hak tersebut telah mendapatkan persetujuan secara tertulis dari pemegang Hak Pengelolaan yang bersangkutan, dengan disertai pernyataan .bahwa tanah tersebut terletak di kawasan yang menurut perencanaan tanah Hak Pengelolaan itu memang diperun­ tukkan bagi perumahan.Dalam pendaftaran pemberian Hak Milik atas rumah tempat tinggal yang berdiri di atas tanah Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan disertakan akta jual beli tanah dan penyerahan penggunaan tanah oleh pemegang Hak Pengelolaan kepada  pemegang.membuat  Surat Kuasa Membebankan  Hak Tanggungan  (SKMHT) guna pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT).
Untuk pemberian Hak Milik yang berasal dari Hak Guna Bangunan atas tanah negara atau Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan yang dijaminkan dengan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMH'T) tetap memerlukan persetujuan dari pemegang Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT) meskipun Hak Guna Bangunan tersebut masih bersih dari beban Hak Tanggungan . Dalam kuasa membebankan Hak Tanggungan, pemegang kuasa membebankan Hak Tanggungan  menyimpan  sertipikat  Hak  Guna Bangunan yang dijadikan jaminan  utang sehingga pengurusan pemberian Hak Milik yang berasal dari Hak Guna Bangunan hanya dapat dilakukan  dengan  sepengetahuan  atau  melalui  pemegang  kuasa membebankan  Hak Tanggungan.
Latar belakang diterbitkan kebijakan pemberian Hak Milik yang ber­ asal dari Hatt Guna Sangunan untuk rumah tempat tinggal yang ditetap­ kan dalam Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Sadan Pertanahan Nasional No. 6 Tahun 1998, yaitu:
a.  rumah tinggal merupakan kebutuhan primer manusia sesudah pangan, dan karena itu untuk menjamin pemilikan rumah tinggal bagi warga negara Indonesia perlu menjamin kelangsungan hak atas tanah tempat  rumah tinggal tersebut berdiri
b.  berhubung dengan itu, perlu meningkatkan pemberian Hak Milik atas tanah untuk rumah tinggal yang masih dipunyai oleh perorangan warga negara Indonesia dengan Hak Guna Bangunan.

Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Sadan Perta nahan Nasional No. 6 Tahun 1998 menetapkan kriteria pemberian Hak Milik untuk rumah tempat tinggal yang berasal dari Hak Guna Bangunan, yaitu:
a.  Pemberian Hak Milik ditujukan kepada Hak Guna Bangunan untuk rumah tempat tinggal kepunyaan perorangan warga negara Indonesia yang tidak selalu berupa rumah massal atau kompleks perumahan . Rumah yang bukan bagian rumah massal atau kompleks perumahan yang berdiri di atas tanah Hak Guna Bangunan dapat diubah menjadi Hak Milik.
b.  Pemberian Hak Milik ditujukan kepada Hak Guna Bangunan untuk rumah tempat tinggal kepunyaan perorangan warga negara Indonesia yang luasnya 600 Berdasarkan ketentuan ini, hak atas tanah yang dapat diubah menjadi Hak Milik adalah Hak Guna Bangunan, Hak Guna Bangunan masih berlaku, luas tanah Hak Guna Bangunan adalah tidak lebih dari 600, Hak Guna Bangunan untuk keperluan rumah tempat tinggal, dan yang mempunyai Hak Guna Bangunan adalah perorangan warga negara Indonesia.Hak Guna Bangunan untuk keperluan toko, kantor, gudang, rumah toko (ruko), rumah kantor (rukan), atau bengkel tidak dapat diubah menjadi Hak Milik, walaupun luas tanahnya tidak lebih dari 600 m2 dan dipunyai oleh perorangan warga negara Indonesia.
c.  Pemberian Hak Milik ditujukan Hak Guna Bangunan untuk rumah tempat tinggal kepunyaan perorangan warga negara Indonesia yang luasnya 600 m2 atau kurang yang sudah berakhir jangka waktunya dan masih dipunyai oleh bekas pemegang hak tersebut.Berdasarkan ketentuan ini, Hak Guna Bangunan untuk rumah tempat tinggal yang dipunyai oleh perorangan negara Indonesia yang luasnya tidak lebih dari 600 m2 yang sudah berakhir jangka waktunya dan masih dipunyai oleh bekas pemegang haknya dapat diubah menjadi Hak Milik.Sebenarnya kebijakan ini  agak  menyimpang dari  kaidah-kaidah yang ditetapkan dalam Hukum Tanah Nasional, yaitu suatu hak atas tanah yang berasal dari tanah ngara yang dibatasi oleh jangka waktu tertentu telah berakhir jangka waktu nya dan pemegang haknya tidak mengajukan perpanjangan jangka waktu atau pembaruan hak, maka secara yuridis hak atas tanah tersebut menjadi hapus dan tanahnya kembali menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh negara. Siapa saja dapat mengajukan permohonan pemberian hak atas tanah negara kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional RI untuk mendapatkan hak atas tanah baru. Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 6 Tahun 1998 merupakan peraturan kebijakan, sehingga walaupun  menyimpang dari ketentuan yang ada tetapi  mempunyai kekuatan mengikat bagi Badan Pertanahan Nasional RI dan pemegang Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai.
d.  Pemberian Hak Milik yang berasal dari Hak Guna Bangunan untuk rumah tempat tinggal yang luas tanahnya lebih dari 600 m2 yang dipunyai perorangan warga negara Indonesia tidak dapat diproses dengan menggunakan Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 6 Tahun 1998, melainkan menggu­ nakan Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional RI No. 2 Tahun 2013 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian  Hak Atas Tanah dan Kegiatan Pendaftaran Tanah, dan Peraturan Menteri  Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan  Nasional No. 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pemberian dan Pembatalan Pemberian Hak Atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan . Prosedur pemberian  Hak  Milik yang berasal dari  tanah Hak  Guna Bangunan  untuk  rumah  tempat  tinggal, yaitu:
1.  Permohonan pemberian Hak Milik
Permohonan pemberian Hak Milik secara tertulis  oleh  pemegang atau bekas pemegang Hak Guna Bangunan untuk rumah tempat tinggal kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota yang wilayah kerja nya meliputi letak tanah yang bersangkutan dengan disertai:
a.  asli sertifikat hak atas tanah yang bersangkutan bukti penggunaan tanah untuk rumah tempat tinggal berupa:
1.  foto copy Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang mencantumkan bahwa bangunan tersebut digunakan untuk rumah ternpat tinggal atau
2.  surat keterangan dari kepala desa/kelurahan setempat bahwa bangunan tersebut digunakan untuk rumah tempat tinggal, apabila Izin Mendirikan Bangunan (IMB) tersebut belum dikeluarkan oleh instansi yang berwenang.
3.  Foto copy Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT PBB) yang terakhir (khusus untuk tanah yang luasnya 200 m2 atau lebih).
4.  Surat persetujuan dari pemegang Hak Tanggungan apabila Hak Guna  Bangunan  untuk  rumah  tempat  tinggal  dibebani Hak Tanggungan.
5.  Surat persetujuan dari pemegang Hak Pengelolaan apabila Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai untuk rumah tempat tinggal berasal dari Hak Pengelolaan.
6.  Fotocopy bukti identitas diri pemohon yang masih berlaku .
7.  Pernyataan dari pemohon bahwa dengan perolehan Hak Milik yang dimohon pendaftarnya itu yang bersangkutan akan mempunyai Hak Milik atas tanah untuk rumah tempat tinggal tidak lebih dari lima bidang yang seluruhnya meliputi luas tidak lebih dari sooo m2
2.  Untuk permohonan pemberian Hak Milik ini,
Pemohon membeli formulir pendaftaran tanah dan membayar biaya pendaftaran pemberian Hak Milik. Pemeriksaan pendaftaran pemberian Hak Milik Permeriksaan pendaftaran pemberian Hak Milik atas tanah untuk rumah tempat tinggal tersebut dilakukan sebagai berikut :
a.  data yuridis dan data fisik tanah yang diberikan Hak Milik diperiksa  dengan melihat sertipikat Hak Guna Bangunan yang bersangkutan. Untuk  ini  tidak  perlu  dilakukan  pengukuran ulang, pemeriksaan tanah, atau pemeriksaan lapangan lainnya,maupun rekomendasi dari instansi lain
b.  penggunaan tanah untuk rumah tempat tinggal diperiksa dengan melihat Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang menyebutkan  penggunaan  bangunan . Dalam hal Izin Mendirikan  Bangunan (IMB) tidak pernah/belum  dikeluarkan  oleh instansi yang berwenang, maka diperlukan surat keterangan dari kepala desa/kelurahan bahwa benar bangunan yang berdiri di atas tanah tersebut digunakan sebagai rumah tempat tinggal
c.  identitas diperiksa dari Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau paspor.
3.  Perintah setor pungutan
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2002 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Badan Pertanahan Nasional, ada uang pemasukan dalam rangka pemberian Hak Milik yang berasal dari Hak Guna Bangunan untuk rumah tem­ pat tinggal. Sejak berlakunya Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 2010 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Badan Pertanahan Nasional, tidak ada uang pemasukan dalam rangka pemberian Hak Milik yang berasal dari Hak Guna Bangunan untuk rumah tempat tinggal.
4.  Pendaftaran pemberian Hak Milik
Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota yang wilayah kerjanya meliputi letak  tanah  yang bersangkutan  mendaftar  perubahan  status tanah Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik dengan memberikan catatan dengan tinta merah atau cap pada halaman pendaftaran peralihan hak dalam Buku Tanah Hak Guna Bangunan yang bersangkutan dan sertifikat serta daftar umum lainnya sebagai berikut: DENGAN KEPUTUSAN MENTER! NEGARA/BADAN PERTANAHAN NASIONAL NO. 9 TAHUN 1997 TANGGAL 2 JULI 1997 JO. KEPUTU­ SAN MENTER! NEGARA AGRARIA/KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NO. 15 TAHUN 1997 JO. NO. 6 TAHUN 1998 HAK GUNA BANGUNAN NOMOR ... KELURAHAN ... DIHAPUS DAN DIUBAH MENJADI HAK MILIK NOMOR ... KELURAHAN ...
dan semua sebutan Hak Guna Bangunan beserta nomornya di dalam Buku Tanah, Sertipikat, dan daftar umum lainnya dicoret dan diganti dengan sebutan Hak Milik dengan nomornya. Dalam pemberian Mak Milik yang berasal dari Hak Guna Bangunan untuk rumah tempat tinggal tidak perlu mengganti buku Sertipikat Hak Guna Bangunan. Hanya kata Hak Guna Bangunan dalam buku tanah dan sertipikatnya diganti dengan Hak Milik, begitu juga no­ mor buku tanah dan sertipikatnya diganti.
S. Penyerahan Sertipikat  Hak  Milik Sertipikat Hak Guna Bangunan yang telah diubah menjadi Hak Milik diserahkan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota yang wilayah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan kepada pemohon pemberian Hak Milik atau kuasanya.
Menurut  J.W. Muliawan,  bagi  warga  negara  Indonesia, pemenuhan atas permohonan pemberian Hak Milik tersebut, Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota yang wilayah kerjanya meliputi letak tanah yang bersangkutan mengeluarkan perintah setor pungutan kepada pemohon pemberian Hak Milik.
kebutuhan akan perumahan yang layak merupakan salah satu kebutuhan dasar. Pemenuhan kebutuhan akan perumahan ya ng layak tersebut akan lebih bermakna, apabila hak atas tanah bagi perumahan tersebut berstatus Hak Milik.
Pemberian Hak Milik atas tanahya berasal dari perubahan Hak Guna Bangunan untuk rumah tempat tinggal menjadikan pemilikan rumah lebih bermakna sebab Hak Milik merupakan hak atas tanah yang bersifat turun-temurun, terkuat, dan terkuat sebagaimana ditetapkan dalam Pasal  20  ayat  (1) Unda ng-Unclang No. 5 Tahun 1960 (Unclang-Unclang Pokok Agraria). Turun-temurun artinya Hak Milik atas tanah  dapat  berlangsung terus selama pemiliknya masih hidup dan bila pemiliknya meninggal dunia, maka Hak Miliknya dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya sepanjang memenuhi syarat sebagai subjek Hak Milik. Terkuat artinya Hak Milik atas tanah lebih kuat bila dibandingkan dengan hak atas tanah yang lain, tidak rnempunyai batas waktu dalam penguasaannya, mudah dipertahankan dari gangguan pihak lain, dan tidak mudah hapus. Terpenuh artinya Hak Milik atas tanah memberi wewenang kepada pemiliknya paling  luas  bila  dibandingkan  dengan hak atas tanah yang lain, dapat menjadi induk bagi hak atas tanah yang lain, tidak berinduk pada hak atas tanah yang lain, dan penggunaan tanahnya lebih luas bila dibandingkan dengan hak atas tanah yang  lain.

Menurut Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional  No. 6 Tahun  1998, dalam pemberian Hak Milik atas tanah yang berasal dari Hak Guna Bangunan untuk rumah tempat tinggal tidak diperlukan  pemeriksaan  tanah  atau -pemeriksaan  lapangan  oleh  Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota  yang wilayah kerjanya  meliputi  letak tanah yang bersangkutan. Kantor  Pertanahan  Kabupaten/Kota  hanya  menilai secara formal  Izin Mendirikan  Bangunan (!MB) yang disertakan dalam permohonan  pendaftaran  pemberian  Hak  Milik. Kantor  Pertanahan  Kabupaten/Kota  tidak menilai kebenaran  secara materiel atas Izin Mendirikan  Bangunan  (IMB)  yang  disertakan  dalam  permohonan  pendaftaran pemberian Hak Milik. Oleh karena  tidak  ada kegiatan  pemeriksaan  tanah atau pemeriksaan lapangan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota dapat terjadi penyimpangan dalam permohonan pendaftaran pemberian Hak Milik, yaitu rumah tempat tinggal yang diajukan menjadi Hak Milik telah berubah fungsi menjadi bukan untuk rumah tempat tinggal, misalnya untuk toko, bengkel, kantor, rumah toko (ruko), atau rumah kantor (rukan).
Pemberian Hak Milik yang berasal dari Hak Guna Bangunan atas tanah negara atau Hak Guna Bangunan atas tanah Hak Pengelolaan untuk rumah tempat tinggal terjadi dengan penetapan Pemerintah . Terjadinya Hak Milik melalui penetapan diatur dalam Pasal 22 Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (Undang­ Undang Pokok Agraria), yaitu:
1.  Terjadinya  Hak Milik menurut  hukum adat diatur dengan Peraturan Pemerintah.
2.  Selain menurut  cara sebagai yang dimaksud  dalam ayat  1 pasal  ini, Hak Milik terjadi karena:
a.  Penetapan  Pemerintah   menurut  cara  dan  syarat-syarat  yang ditetapkan  dengan  Peraturan  Pemerintah
b.  Ketentuan Undang-Undang Peraturan Pemerintah yang mengatur terjadinya Hak Milik melalui penetapan Pemerintah adalah Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.  Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 dilaksanakan oleh Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun  1997 tentang Pendaftaran Tanah, Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala  Badan  Perta nahan  Nasional No. 9 Tahun 1999, Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional RI No. 2 Tahun 2013, dan Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 6 Tahun 1998. Ketentuan tentang Hak Milik atas tanah menurut Undang-Undang No.  Tahun 1960 (Undang-Undang Pokok Agra ria), yaitu :
1.  Hak Milik bersifat turun-temurun, terkua t, dan terpenuh.
2.  Dalam menggunakan tanah Hak Milik harus memperhatikan fungsi sosial hak atas tanah.c
3.  Hak Milik dipunyai oleh perorangan hanya berkewarganegaraan Indonesia, bank Pemerintah, badan keagamaan, dan badan sosial.
4.  Hak Milik dapat beralih melalui pewarisan, dan dialihkan melalui jual beli, tukar-menukar, hibah, pemasukan dalam modal perusahaan ( inbreling), lelang.
5.  Hak Milik dapat terjadi menurut Hukum Adat, Penetapan Pemerintah, dan ketentuan undang-undang (penegasan konversi).
6.  Hak Milik dapat digunakan  oleh bukan pemiliknya dalam bentuk Hak Guna Bangtman atas tanah Hak Milik, Hak Pakai atas tanah Hak Mili, Hak Sewa untuk Bangunan, Hak Gadai, Hak Usaha Bagi Hasil, Hak Menumpang, dan Hak Sewa Tanah Pertanian.
7.  Hak Milik yang terdaftar diterbitkan sertipikat sebagai surat tanda bukti haknya yang bersifat kuat.
8.  Hak Milik dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani Hak Tanggungan.
9.  Hak Milik hapus karena dicabut untuk kepentingan umum, dilepaskan oleh pemilik tanah, ditelantarkan oleh pemilik tanah, pemilik tanah tidak memenuhi syarat sebagai subjek Hak Milik, peralihan hak yang mengakibatkan tanahnya berpindah kepada orang yang tidak memenuhi syarat sebagai subjek Hak Milik, dan tanahnya musnah.
10.Hapusnya Hak Milik berakibat hak atas tanah kembali menjadi tanah negara atau tanah ya ng dikuasai langsung oleh negara.
11.Keuntungan yang dirasakan olen pemilik rumah yang statusnya semula Hak Guna Bangunan diubah menjadi Hak Milik, yaitu:
1.  Status hak atas tanahnya menjadi yang terkuat.
2.  Pemilik rumah tidak perlu lagi memperpanjang penguasaan hak atas tanah.
3.  Harga rumah yang berdiri di atas tanah Hak Milik menjadi lebih mahal (tinggi).
4.  Kalau Hak Milik yang di atasnya berdiri bangunan rumah dibebani Hak Tanggungan, maka nilai jaminannya lebih mahal (besar).