Selasa, 17 Januari 2017

KRITIK ARSITEKTUR

PENDAHULUAN

Kritik arsitektur merupakan tanggapan dari hasil sebuah pengamatan terhadap suatu karya arsitektur. Disitu orang merekam dengan berbagai indra kelimanya kemudian mengamati,memahami dengan penuh kesadaran dan menyimpannya dalam memori dan untuk ditindaklanjuti dengan ucapan dalam bentuk pernyataan,ungkapan dan penggambaran dari benda yang diamatinya.

Metode-metode kritik dalam arsitektur dikelompokan menjadi :             
·    Kritik Normatif
·   Kritik Interprektif
·   Kritik Tipikal
·   Kritik Impresionis
·   Kritik Deskriptif
  


METODE KRITIK


Dalam pembahasan ini saya akan menjelaskan salah satu metode kritik arsitektur ,yaitu kritik terukur

KRITIK TERUKUR

Definisi
Sekumpulan dugaan yang mampu mendefinisikan bangunan dengan baik secara kuantitatif. Metode kritik dengan melihat ukuran dan besaran ruang yang digunakan dalam sebuah bangunan dengan acuan standarisasi dengan bangunan lainnya. dan juga dapat mengacu pada standarisasi yang telat ditetapkan dalam Data Arsitektur (Neufert Architect’s Data) dan Time Saver.
Metode

Hakikat metode kritik terukur, kritik pengukuran menyatakan satu penggunaan bilangan atau angka hasil berbagai macam observasi sebagai cara menganalisa bangunan melalui hukum-hukum matematika tertentu. Norma pengukuran digunakan untuk memberi arah yang lebih kuantitatif. Hal ini sebagai bentuk analogi dari ilmu pengetahuan alam. Pengolahan melalui statistik atau teknik lain akan mengungkapkan informasi baru tentang objek yang terukur dan wawasan tertentu dalam studi. Bilangan atau standar pengukuran secara khusus memberi norma bagaimana bangunan diperkirakan pelaksanaannya.

Standardisasi pengukuran dalam desain bangunan dapat berupa : Ukuran batas minimum atau maksimum, Ukuran batas rata-rata (avarage), Kondisi-kondisi yang dikehendaki contoh : Bagaimana Pemerintah daerah melalui Peraturan Tata Bangunan menjelaskan beberapa standar normatif : Batas maksimal ketinggian bangunan, sempadan bangunan, Luas terbangun, ketinggian pagar yang diijinkan.

Ada kalanya standar dalam pengukuran tidak digunakan secara eksplisit sebagai metoda kritik karena masih belum cukup memenuhi syarat kritik sebagai sebuah norma contoh : Bagaimana Huxtable menjelaskan tentang kesuksesan perkawinan antara seni di dalam arsitektur dengan bisnis investasi konstruksi yang diukur melalui standardisasi harga-harga.

Norma atau standar yang digunakan dalam Kritik pengukuran yang bergantung pada ukuran minimum/maksimum, kondisi yang dikehendaki selalu merefleksikan berbagai tujuan dari bangunan itu sendiri.
Tujuan dari bangunan biasanya diuraikan dalam tiga ragam petunjuk sebagai beikut: Tujuan Teknis (Technical Goals) Tujuan Fungsi (Functional Goals) Tujuan Perilaku (Behavioural Goals).
Tujuan Teknis Metode Kritik Terukur

Kesuksesan bangunan dipandang dari segi standarisasi ukurannya secara teknis contoh : Sekolah, dievaluasi dari segi pemilihan dinding interiornya. Pertimbangan yang perlu dilakukan adalah :
1. Stabilitas Struktur
• Daya tahan terhadap beban struktur
• Daya tahan terhadap benturan
• Daya dukung terhadap beban yang melekat terhadap bahan
• Ketepatan instalasi elemen-elemen yang di luar system

2. Ketahanan Permukaan Secara Fisik
• Ketahanan permukaan
• Daya tahan terhadap gores dan coretan
• Daya serap dan penyempurnaan air
3. Kepuasan Penampilan dan Pemeliharaan
• Kebersihan dan ketahanan terhadap noda
• Timbunan debu
Kelebihan Kritik Terukur
Metodenya terukur secara kuantitatif. Memiliki Pertimbangan yang diperlukan dalam tujuan fungsi metode kritik terukur.

Kekurangan Kritik Terukur
Kegiatan pendapat atau tanggapan terhadap sesuatu hal yang disertai dengan uraian dan pertimbangan baik buruknya hal tersebut, tetapi mengkritik biasanya lebih cenderung dikaitkan dengan hal-hal yang dinilai kurang baik atau buruk.



HASIL KRITIK DAN PEMBAHASAN

       
GREEN SCHOOL A BAMBOO CAMPUS

Film An Inconvenient Truth ternyata memberi inspirasi pada John Hardy, seorang perancang perhiasan yang berdomisili di Bali. Dokumenter karya mantan wakil presiden Amerika Serikat, Al Gore, tentang planet bumi, yang terancam kelangsungan hidupnya, itu mengubah pola pikirnya. “while I was in jewellery business, I was building many things. Showrooms, stores, factory.” Ujarnya. Namun tak sekalipun ia mencoba membangun bangunan bangunan yang green.

Hardy tersadar, ulah manusia yang rakus dalam mengeksploitasi alam tanpa mempedulikan dampaknya, menyebabkan terjadi perubahan iklim dan pemanasan global di bumi. Ia merasa bila apa yang dilakukannya selama ini bukan bagian dari kerja sama masa depan. Bila diteruskan, “I would be part of the problem” katanya. Padahal, bukan itu yang diinginkan dalam mengisi kehidupan. Ia pun banting stir, memutar haluan.

Yang ada di kepalanya kemudian adalah sebuah bangunan hijau yang terbangun dari bahan-bahan yang terbarukan: Green School. Gagasannya tentang sebuah sekolah yang mengusung kehidupan ala kampung di Indonesia, itu ternyata mendapat dukungan dari masyarakat internasional. Tercatat illusionis internasional David Copperfield dan desainer dunia Donna Karan dari New York, berpartisipasi dalam program donasi sekolah untuk 205 muridnya berasal dari Indonesia dan bersekolah gratis. Akhirnya pada tahun 2008 berdirilah sekolah internasional Green School, di atas lahan hutan 8 hektar, di kawasan Sibang Kaja, Bali.


DATA PROJEK

Project Name                        : Green School
Developer                             : PT. Bambu Bambu: Banjar Piakan, Sibang Kaja,Abiansemal,
                                               Badung,Bali,Indonesia,80352.
Architecture Consultant       : PT. Bambu Bambu
Principal Architec                : Aldo Landwehr
Interior Consultant               : PT. Bambu Bambu
Landscape Consultan           : PT. Bambu Bambu
Lighting Consultant             : PT. Bambu Bambu
Structural Consultant           : Civil Engineering Gadjah
                                               Mada University
ME Consultant                      : PT. Bambu Bambu
Main Contractor                    : PT. Bambu Bambu
Building Area                        : ±4500 m2
Site Area                                : ±4.55 HA
Design Phase                         : June 2007-May 2008
Construction Phase                : July 2007-August 2008
Launching                              : September 1st, 2008



Memasuki kompleks sekolahan yang asri, hutan desa yang yang rimbun dengan pepohonan, menyambut. Namun untuk sampai di bangunan sekolah, seluruh murid harus melalui Jembatan Minang yang melintasi sungai Ayung. Dinamakan Jembatan Minang karena atap jembatan ini mengadaptasi atap rumah adat Minangkabau. Konstruksi jembatan ini seluruhnya terbuat dari bambu.


Jembatan Minang yang Menghubungkan Daerah Sekolah dan Area Masuk di Atas sungai Ayung



Daerah di sisi seberang Jembatan Minang, merupakan kawasan utama sekolah. Di situ terdapat sawah milik sekolah dimana siwsa dan guru sering menanam padi bersama. Namun area belajar yang sesungguhnya baru ditemui setelah perjalanan melewati jalan setapak yang menanjak yaitu kelas-kelas tanpa dinding atau pun kaca, terlihat. Desain yang terbuka tersebut membuat para siswa yang sedang belajar merasakan desiran angin serta mendengar suara-suara alam seperti: kicauan burung,suara pepohonan yang bergesek, dan aliran air di sungai.

Sementara itu di level tertinggi dari kawasan, terdapat sebuah lapangan besar, sarana olahraga out door sekolah dan sebuah gymnasium. Terdapat pula sebuah bangunan dnegan tiga level: Heart of School (HOS). Ini adalah bangunan utama sekolah yang berfungsi sebagai tempat administrasi, ruang guru, ruang kepala sekolah, serta ruang-ruang penunjang lain seperti galeri seni kriya anak, ruang komputer dan lainnya.


Di level bawah, kita bisa melihat pilar-pilar bambu, menopang lantai-lantai di atasnya dalam susunan yang unik. Bila selama ini batang-batang bambu lekat dengan bangunan kotak dan sederhana, tidak demikian dengan bangunan Green School. Hampir semua bangunan yang ada di sini di desain melengkung. “There is no straightlines in nature.” Jelas Marny, salah satu senior architect PT. Bambu Bambu yang terlibat di proyek Green School ini.

Sementara John hardy percaya bentuk kotak dan garis yang terlalu tegas akan mengurangi kreativitas yang dibutuhkan anak-anak selama belajar. Maka hasilnya adalah kelas-kelas berbentuk busur dengan bambu-bambu yang diikat secara melengkung sebagai penopang utama bangunan. Batang-batang bambu itu kemudian disambung dengan rangkaian bambu lainnya membentuk atap dengan ilalang di atasnya.

Hampir semua elemen bangunan Green School menggunakan material bambu, di antaranya pada: tiang, rangk atap, tangga, lantai atas dan lainnya. Bambu-bambu itu disambung dengan sistem pin dan baut. Namun tidak hanya konstruksi bangunan saja yang menggunakan bambu. Railing atau pagar pembatas, hingga furniture seperti kursi dan meja belajar pun dibuat dari bambu.
Bambu, merupakan tanaman yang mudah tumbuh. Hanya dalam jangka 4-5 tahun ketinggian bambu bisa mencapai 18 meter, sementara pohon lain membutuhkan waktu 25 tahun. Dengan demikian, termasuk material yang ramah lingkungan karena mudah dan cepat diperbaharui.
Kelas-kelas di Heart of School didesain sebagai bangunan dengan sistem yang terbuka. Artinya, angin dan cahaya matahari dapat masuk dengan maksimal ke dalam bangunan. Itu masih ditambah dengan sebuah skylight yang melingkar di puncak atap, sebagai sumber pencahayaan alami bagi ruang-ruang di bawahnya. Fasilitas lain di sekolah ini adalah Green Waroeng, yaitu kantin yang menjual makanan hasil olahan kebun di sekitar Green School.
Green School memang sebuah sekolah dengan konsep kembali ke alam. Namun upaya untuk bersahabat dengan lingkungan tak hanya diterapkan pada konteks fisika bangunan, pilihan material atau membiarkan pepohonan di sekitarnya tumbuh. Utilitas bangunan seperti listrik pun, direncanakan dengan sistem tersendiri, yaitu turbin yang digerakkan oleh air, yang dinamakan Vortex. Sedangkan penyediaan air bersih berasal dari sungai yang berada sekitar 40 m di bawah tanah, masih di dalam kawasan.
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgM4qFyfd1x78gm8LAxKWvwJintG1t12dRlNv1yEBHb3YoPC4L3vYg0Pnp5hls3vnLNXwh7nwdAbwWW2SXVyjYuJDfHAtElI8fkpHlLvqkAD7cFcAF-eXvgOm6KCa_tAkFCpiS1bzHMG8U/s320/bambookebun2.jpeg https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi30K4aqrHXxlDuEIcFfhKCGYpuhn8OPtZakkiP4n3wYwk1nEmiBvOGccmkevzyjvuKomyalSbXVcOOEHoDeXD0aKOGJsFjBYIsx1H8KEaQjaQVr5-oSdioEvFM2BWB-VS2GPkAlkURihw/s320/bambookebun1.jpeg https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhFL2yQhtFGV6u5Z9I9qxEMkUPmaNjviuTeAFYuKXhUKhO97-P6KAGtZqAV2iUVIueJGTgYluOz0csdbT8RW0lqjnL_l-WTDF6Gp-gwCjHwe2MZNxvxo3KlvWno21iF5ACNe5CNIP6jbjI/s320/bambookebun3.jpeg
 

.
Sistem pembuangan air dari kamar mandi juga dibuat berbeda . Setiap toilet, baik untuk laki-laki maupun perempuan, memiliki dua sistem. Buang air kecil kloset, ditampung dan digunakan untuk menyiram bambu untuk digunakan sebagai pupuk tanaman nantinya.

Kawasan yang didesain tidak mencemari lingkungan ini diharapkan akan menghasilkan anak-anak yang selalu berfikir ‘green’ karena terbiasa dengan lingkungan yang asri.



KESIMPULAN


Berdasarkan analisis dengan menggunakan metode terukur, dapat disimpulkan bahwa bangunan Green School A Bamboo Campus merupakan bangunan yang direncanakan dan dirancang secara mendetail. Perencanaan konsep bangunan, penggunaan bahan material untuk struktur, interior, bahkan estetika yang sangat detail dan bersahabat dengan lingkungan, memberikan dampak dan kesan yang baik dan nyaman di dalam penggunaan tiap ruang dan area di dalam kawasannya. Peletakkan ruang-ruang, fasilitas, dan desain bentuk bangunan yang menerapkan pola dan struktur Biomorfik , mengikuti kontur lahan, dan memanfaatkan lingkungan semaksimalnya namun tidak merusak atau menghilangkan keaslian yang telah ada membuat Green School sebagai kawasan yang meminimalkan dampak negatif bagi alam dan memaksimalkan fungsi lingkungan, namun modern dan kaya akan teknologi.